Penyair Indonesia Sitor Situmorang
Sitor Situmorang lahir di Harian Boho, Toba Samosir, Sumatera Utara, 2 Oktober 1923, adalah wartawan, sastrawan, dan penyair Indonesia. Ayahnya adalah Ompu Babiat Situmorang yang pernah berjuang melawan tentara kolonial Belanda bersama Sisingamangaraja XII.
Sitor menempuh pendidikan di HIS di Balige dan Sibolga serta MULO di Tarutung kemudian AMS di Batavia (kini Jakarta). Ia sempat berkelana ke Amsterdam dan Paris (1950-1952). Tahun 1956-57 ia memperdalam ilmu sinematografi di Universitas California. Setelah keluar dari tahanan politik, ia tinggal di Leiden (1982-1990) lalu Islamabad (1991).
《LAGU GADIS ITALI》adalah Puisi Karya Sitor Situmorang pada tahun 1955
《LAGU GADIS ITALI》
Buat Silvana Maccari
Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Jika musimmu tiba nanti
Jemput abang di teluk Napoli.
Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Sehari abang lalu pergi
Adik rindu setiap hari.
Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Andai abang tak kembali
Adik menunggu sampai mati.
Batu tandus di kebun anggur
Pasir teduh di bawah nyiur
Abang lenyap hatiku hancur
Mengejar bayang di salju gugur.
Asal Usul Gadis Itali:
Alkisah, gadis Itali ini ditemui Sitor di tahun 1953 ketika ia akan pulang ke Indonesia dari Paris. Silvana Maccari namanya. Seorang kawannya, seorang yang bekerja di perusahaan ekspor Vespa, memberi kabar supaya ia mampir ke Milano dan naik kapal ke Priok dari Genova saja. Sitor menurut.
Ia datang ke Milano dan disambut para petinggi perusahaan ekspor Vespa saat makan malam. Rupanya si kawan ini sudah menyiapkan strategi. Sitor dikenalkan sebagai sastrawan terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini hendak membuka cabang di Jakarta.
Mengobrollah Sitor dengan Silvana. Gadis Itali ini tak lain adik ipar kawan Sitor yang cuma diingat bernama Nasution saja. Silvana sudah belajar bahasa Indonesia di Universitas Milano kendati belum fasih benar.
“Saya dengar Tuan seorang pengarang,” kata Silvana.
“Betul. Saya akan duluan ke Jakarta nanti saya jemput di sana,” kata Sitor.
“Tuan pergi begitu cepat, cobalah mampir ke tempat kami ini.”
Tapi hari berangkat sudah ditentukan. Silvana baru menyusul sebulan kemudian. Dan sebulan kemudian Silvana memang tiba di Jakarta. Rupanya rencana jadi berubah. Silvana yang sudah jatuh hati kepada Sitor, cuma sebentar saja di ibukota negara.
“Saya cuma sebentar menemani abang,” katanya.
“Ah, jemput saya di teluk Napoli,” kata Sitor.
Begitulah. Hubungan itu berlanjut. Silvana kerap mengirim surat kepada Sitor. Tapi, Sitor sendiri tak terlalu meladeni surat-surat itu dan jarang membalas. Hingga Silvana menikah dan punya dua anak, ia masih berkirim surat. “Saya memang ada minat, tapi banyak pertimbangan. Jarak dan waktu sudah tak memungkinkan.”