標題: Megawati: Jangan Se-kali2 Hujat RRT
rainbow
註冊會員

帖子 4340
註冊 2013-7-1
用戶註冊天數 3954
發表於 2013-7-17 16:37 
14.199.143.217
分享  私人訊息  頂部
 
 

Megawati Soekarnoputri:

Jangan Sekali-kali Hujat Republik Rakyat Tiongkok

Jakarta, 8 Maret 2011 09:36 — Mantan presiden Megawati Soekarnoputri memuji hubungan bilateral RI-Cina yang semakin kuat dan mengingatkan pesan ayahnya agar "jangan sekali-kali menghujat Republik Rakyat Tiongkok (Cina --Red.)".

 Pesan ayahnya yang juga presiden pertama sekaligus Proklamator Kemerdekaan RI, Soekarno, itu disampaikan Megawati saat berbicara di acara "Mengenang Almarhum Bapak Sze Tu Mei Sen" di Jakarta, Senin (7/3).

 Pesan tersebut, katanya, disampaikan kepadanya oleh ayahnya saat ditahan di Batutulis, Bogor, setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

 Ketika itu Megawati mengatakan dirinya tidak tahu apa yang sedang dipikirkan ayahnya. Namun ada dua pesan yang disampaikan Bung Karno pada dirinya.

 Kedua pesan itu adalah "Tolong kasih tahu saudara-saudara kamu agar jangan sekali-kali menghujat RRT dan suatu saat nanti, tolong kamu cari ya Sze Tu Mei Sen," katanya.

 Ketua Umum PDI Perjuangan itu mengatakan, belakangan dirinya mengetahui bahwa Mei Sen yang pernah menjadi asisten pribadi Bung Karno dan penerjemah istana di era kepemimpinan ayahnya itu, tinggal di Macau pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965.

  Mega mengatakan, bersama suaminya, Taufiq Kemas, pernah mengunjungi Sze Tu Mei Sen yang selalu disapanya "Oom" ini pada 1980-an.

  Saat itu, mereka berkesempatan melakukan perjalanan wisata dari Hong Kong ke Beijing dan mampir di rumah Mei Sen di Macau. Pada perjumpaan itu, Megawati mengatakan dirinya menyampaikan pesan ayahnya tersebut.

  Sebelumnya, Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Indonesia Zhang Qiyue juga memuji peran dan sumbangsih Sze Tu Mei Sen dalam sejarah hubungan RI-Cina.

  Megawati mengatakan, Mei Sen yang pernah menjadi asisten pribadi Bung Karno dan kepala penerjemah istana di era presiden pertama RI itu memberikan sumbangan yang besar dalam sejarah hubungan diplomatik kedua negara baik di masa Orde Lama maupun pemulihan hubungan RI-RRT di Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1971.

  Selain itu, sekalipun bermukim di Macau sejak Bung Karno memintanya untuk menyelamatkan diri setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, tokoh Tionghoa kelahiran Sukabumi 12 Agustus 1928 ini dikenal sebagai seorang "diplomat sipil" yang berjasa besar dalam memperkuat hubungan antar-rakyat kedua bangsa. "Sekalipun beliau telah meninggal dunia, apa yang beliau sumbangkan tetap berada di hati rakyat kedua bangsa," katanya.

  Duta Besar Zhang Qiyue mengatakan, dirinya termasuk di antara banyak orang Tiongkok yang "mengagumi" Sze Tu Mei Sen karena sumbangsihnya yang besar pada penguatan hubungan kedua negara dan bangsa.

  Sejak menempati posnya di Jakarta, Duta Besar Zhang Qiyue mengaku telah membaca banyak catatan tentang Mei Sen, dan sempat mengunjunginya di rumahnya di Macau sebelum ajal menjemputnya pada 13 Oktober 2010.

  "Ketika itu saya sampaikan perkembangan hubungan kedua negara," katanya. Sebagai cenderamata dan ungkapan terima kasih atas jasanya bagi hubungan kedua negara, Duta Besar Zhang Qiyue mengatakan, dia memberikan sampul perangko hari pertama peringatan 60 tahun hubungan RI-RRT kepada Mei Sen.

  Saat ini, hubungan RI-RRT semakin kuat dengan kerja sama perdagangan yang tumbuh pesat. "Cina kini merupakan mitra dagang terbesar Indonesia," katanya.

  Volume perdagangan bilateral kedua negara pada 2010 mencapai 42,5 miliar dolar AS, kata Duta Besar Zhang Qiyue.

  Hubungan kedua negara dan bangsa akan semakin kuat dalam 10 tahun mendatang yang akan berdampak positif bagi perdamaian di Asia dan dunia, katanya.

  Pada acara yang dihadiri putra almarhum, Johnny Sitou, dan mantan Duta Besar RI untuk RRT, Mayjen (Purn) Sudradjat, itu, beberapa sahabat dekat Sze Tu Mei Sen menyampaikan kesaksian dan pandangan mereka tentang sosok yang wafat di usia 82 tahun ini. [EL, Ant]

 
 




rainbow
註冊會員

帖子 4340
註冊 2013-7-1
用戶註冊天數 3954
發表於 2013-7-17 16:39 
14.199.143.217

Aspri Soekarno Diminta Soeharto Cairkan Hubungan Ri-Tiongkok

Senin, 7 Maret 2011 21:26 WIB



 Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel (Pur) Maulwi Saelan mengungkapkan bahwa asisten pribadi Presiden Soekarno yakni Sze Tu Mei Sen pernah diminta Presiden Soeharto untuk membantu upaya-upaya pencairan hubungan Republik Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok.

 "Setelah Bung Karno terguling (1967-1968), belasan tahun kemudian Sze Tu Mei Sen diperlukan Soeharto. Pada tahun 1981, Soeharto memerintahkan Benny Moerdani mencari Mei Sen di Hong Kong. Mei Sen diminta kembali ke Indonesia, karena ada sesuatu yang perlu dibicarakan dengannya mengenai hubungan Indonesia dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok)," katanya di Jakarta, Senin petang.

 Berbicara pada acara "Mengenang Sze Tu Mei Sen" yang dihadiri Ketua MPR Taufik Kiemas, Presiden RI kelima Megawati Soekarnoputri, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, mantan Sekjen Dephut Suripto, Ketua Lembaga Kerja Sama Ekonomi, Sosial, Budaya Indonesia China Sukamdani Sahid Gitosardjono dan Dubes RRT untuk Indonesia Ny Zhang Qiyue, mantan Ketua LIPI Umar Anggara Djenie, ia banyak mengungkap sejarah yang belum banyak diketahui publik.

 Sze Tu Mei Sen, adalah warga Indonesia kelahiran Sukabumi, Jawa Barat yang lahir tahun 1928 dan meninggal pada 13 Oktober 2010 di Macau.

 Ia dikenal sebagai wartawan harian "Sinpo" edisi Tiongkok yang meliput di Istana Kepresidenan pada masa Presiden Soekarno, yang akhirnya diangkat menjadi asisten pribadi (Aspri), dan seangkatan dengan salah satu pendiri LKBN-ANTARA Adam Malik.

 Menurut Maulwi Saelan, sebetulnya Sze Tu Mei Sen tidak punya salah apa-apa yang mengharuskannya menyingkir dari Indonesia, kecuali bahwa ia adalah Aspri Presiden RI, yang tugas utamanya memelihara hubungan baik dengan RRT.

 Singkat cerita, Saelan --yang populer sebagai penjaga gawang tim nasional Indonesia saat melawan Uni Sovyet--dalam situasi krisis tahun 1965, semua yang terkait dengan lingkaran Soekarno mesti disingkirkan.

 Ketika Mei Sen siap berangkat keluar negeri melalui bandara Kemayoran, tercium oleh penguasa militer, yang segera mengirimkan perwira berpangkat Letkol, untuk mencegahnya berangkat.

 Beruntung, katanya, Mei Sen masih diperkenankan oleh sang perwira menelepon istana memberitahukan pencegahan keberangkatannya. Secara kebetulan, yang menerima telepon adalah Kepala Kabinet Presiden, Djamin, yang langsung melaporkannya kepada Bung Karno.

 Lewat telepon Djamin menyampaikan perintah agar Sze Tu Mei Sen kembali ke istana, dan perintah itu dilaksanakan.

 Menurut dia, alasan untuk mencegah keberangkatan Mei Sen, karena ia sebagai Pimpinan Umum Surat Kabar "IBUKOTA" berbahasa Mandarin, dituduh mendukung Gerakan 30 September, padahal surat kabar itu diterbitkan atas kerja sama dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya.

Mengawal
 Ia mengemukakan, sebagai Wakil Komandan Tjakrabirawa (Paspampres), dirinya dipanggil Bung Karno dan diperintahkan pagi hari mengawal Sze Tu Mei Sen ke bandara Kemayoran dan menaikkannya ke pesawat terbang yang akan menerbangkan ke luar negeri dengan aman.

 "Karena keberangkatan Mei Sen dianggap ada bau politiknya, maka saya dan staf memikirkan alasan yang masuk akal untuk meloloskannya. Mei Sen ketika itu merangkap sebagai Sekretaris Tim Kesehatan Presiden RI. Kebetulan waktu itu dokter pribadi Presiden Soekarno, dr Lauw Ing Tjong juga akan berangkat ke Eropa mencarikan obat untuk penyakit Bung Karno, maka diputuskan Mei Sen ikut berangkat ke Eropa dengan tugas yang sama," katanya.

 Menurut Maulwi Saelan, waktu itu tim dokter dari RRT masih membantu merawat Bung Karno, tetapi belakangan diketahui musuh-musuh Bung Karno memfitnah bahwa para dokter itu terlibat Gerakan 30 September, sehingga harus meninggalkan Indonesia seketika.

 "Dengan bantuan petugas Kodam, tugas memberangkatkan Mei Sen ke luar negeri dapat saya selesaikan dengan baik," katanya.

 Sze Tu Mei Sen, katanya, kemudian selamat sampai di Belanda, dan dari sana melanjutkan perjalanan ke Hong Kong yang masuk wilayah Inggris.

 Kemudia, ia pergi ke Macau, yang waktu itu masih masuk jajahan Portugal, dan mengadu peruntungan hidup di tempat baru itu. Karena keuletannya, usaha bisnisnya sukses dan berkembang hingga sekarang.

 Mengenai permintaan Soeharto, dikemukakan bahwa Mei Sen bersedia kembali ke Indonesia jika keamanannya dijamin, karena ia trauma tahun 1965 dan belum dapat dilupakannya.

 Mei Sen kemudian mengontak Wakil Presiden Adam Malik saat itu, dan melalui sekretarisnya memberikan jaminan dan keadannya sudah aman.

 "Sze Tu Mei Sen segera berangkat ke Indonesia yang langsung diterima oleh Jenderal Soeharto di kediamannya Jalan Cendana, Jakarta,` katanya.

 Dalam perkembangannya, atas peran Sze Tu Mei Sen yang diminta bantuan oleh Soeharto, kemudian hubungan diplomatik RI-RRT dapat kembali pulih, yang sebelumnya ditandai dengan misi-misi people to people".

 Editor: Aditia Maruli