chl 发表于 2012-2-18 18:05
„Musim Winter“
„Renungan setelah membaca karangan Linda - 偶感隨想" Musim winter, suhu dibawah minus derajat celcius, dingin sekali. Disatu kota kecil di Swiss, tepatnya didalam ruang kerja yang hangat, lewat cendela kaca menikmati kebun penuh salju, berkilap dibawah sinar matahari. Alam begitu bersih tenang, damai. Terkenanglah kembali waktu di Indonesia empat tahun yang lalu. Bersuka ria berkumpul dengan familie dan juga dengan kawan kawan. Pesan si "Chief" yang dirumah: Berapa lama di Asia 'no problem', tetapi sebelum Natal "harus" pulang rumah.Ke Indonesia saya mampir di Malaysia untuk berkumpul dengan ciciku satu satunya dan anak cucunya. Setelah itu, meneruskan perjalanan ke Bali untuk merayakan reuni lulusan menengah 1952 yang ke 55 tahunnya. Selama 5 hari dan 4 malamkami berkumpul, bertamasya, berpesta, saling bercanda seperti waktu kekolah. Setelah itu kami ke Surabaya untuk menengok kawan kawan yang kini kesehatannya tidak mengijinkan lagi untuk ikut berkumpul di Bali.Sangat megesankan yalah perjalanan dari Bali ke Surabaya. Kami, kawan kawan bekas sekolah menengah yang kini masing masing menetap di HK, USA, Rogojampi/Jatim dan di Swiss, berempat dengan mobil sewa berikut sopir, dari Denpasar lewat selat Banyuwangi menuju ke Rogojampi. Setelah 65 tahun meninggalkan tempat lahir, saya pertama kali merasakan lagi suasana penghidupan desa. Sore malam dipinggir jalanan penuh dengan penjual yang mnawarkan makanan, ramai tapi tidak hektik. Hawa udara yaman. Saya bersempat juga untuk menikmati makanan chas daerah Jawa Timur lagi,sederhana tapi lezat rasanya.
(Selat Bali-Jawa) Untuk ke Surabaya, kami memilih jalan penggunungan, lewat desa Kali Baru, tidak memilih jarak yang lebih dekat, lewat Pasir Putih, satu desa dipinggiran lautan Jawa Utara. Ini permintaan saya yang ingin mampir disatu desa kecil yang hanya terdiri satu jalan besar. Di Eropa bentuk desa semacam ini disebut "Strassendorf" atau"Ribbon village". Penduduk desa ini kebanyakan bersuku madura, sehari hari menggunakan bahasa Madura campur “Jawa kasar“.
(Desa „Ribbon village“)
(Pasar desa)
Didesa ini saya dilahirkan, dibesarkan dan pertama kali disekolahkan. Juga didesa ini ibu saya dilahirkan, disekolahkan dan berumah tangga. Saya masih ingat, pulang pergi sekolah kebanyakan lewat dalam pasar. „Lewat pasar lebih aman“ kata ayah, beliu selalu memperingatkan:“awas, kalo lewat jalan besar, mobil tentara Jepang stirnya gila-gilaan“. Siang hari saya bawa satu batang kayu kecil, sebagai "senjata" kami untuk main perang-perangan disawah atau kampung. Meskipun dilarang keras oleh orangtua, dengan kawan-kawan belajar berenang dikali, tarohan aduh jangkrik atau mengantongi ketepil, garam dan cabe rawit untuk “mencuri” mangga muda dipohon kebun orang. Waktu itu jaman penjajahan Jepang, bila kami sakit diberi jamu cap „Djago“ atau cap „Njonya Djawa“. Bila malam malam sakitnya gawat, ayah sewah dokar kuda, bawa kedokter, satu satunya dikota lain jurusan barat sejarak 16 km. Bila lebih gawat lagi, harus bangun pukul 4 pagi, naik kereta api kedokter kebun karet di Kali-Baru atau kota Bondowoso yang jaraknya ca. 35 km. Masih ingat, bertahun-tahun saya harus minum bubuk kinina yang sangat pahit itu.
(Kendaran umum desa)
(Sekolah dasar desa)
Didesa ini saya melewati masa kanak kanak. Penghidupan sederhana, tinggal di-ruko (rumah dibelakang dan toko didepan), standar hidup, didikan penduduknya serbah sederhana, sekolah sampai klas 4 dasar. Tapi hidup didesa ini, bagi saya yalah masa kanak kanak yang bahagia tak terlupakan. Malahan kadang-kadang timbul kinginan untuk sekali-kali menengok desa ini lagi, meskipun letaknya terpelosok „diujung dunia“. Desa ini tidak asing bagi saya, merasa seolah "kampung halaman-Ku". Tapi toch sudah asing sekali, setelah lebih dari 60 tahun meninggalkan tempat ini.
(Swiss)
Kini saya hidup di Swiss, 50 tahun lebih selalu menetap dikota kecil yang sama. Disini, setiap sudut jalanan tikus, bangunan disekitarnya saya hafal didalam kepala. Setiap pancuran air umum dalam kota, yang lebih dari 170 jumblahnya, juga tidak asing bagi saya. Saya tidak tahu berapa puluhan liter airnya telah saya minum selama puluhan tahun studie disini. Waktu itu, saya tidak pernah mempunyai arloji tangan. Namum, bertahun tahun ke kuliah saya belum pernah terlambat. Karena disepanjang jalan, disimpangan atau diatas gedung gereja, yang tersebar diseluruh kota, ada lonceng umum dan jalan waktunya juga selalu tepat. Saya rasa cinta sayang terhadap negara Swiss. Tetapi hingga kini saya tidak bisa mengatakan "Swiss yalah kampung halaman-/Heimat-/故乡- Ku". Karena hingga kini, saya belum bisa mengikuti kebiassan adat istiadat bangsa Swiss chas, upamanya, pakai baju tradisi Swss waktu peringtatan besar, atau beramai ramai duduk dibawah tenda sambil minum bier sperti kebiasaan bangsa Swiss. Mungkin ini sudah menjadi kebiasaan dari keturanan leluhur kita, dimanapun kita bisa hidup, minum air setempat, menyesuaikan diri, berakar dan berbiak disana. Sebagai Emigran kita sering mengidealkan tempat asal yang jauh itu meskupun puluhan tahun sudah meningalkan, atau sering hanya mencela kekurangan atau kelemahan negara setempat dimana kita sekarang menetap.
[ 本帖最後由 rainbow 於 2013-7-17 11:10 編輯 ]
|
|